BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Pangan
merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mendasar, dianggap strategis dan
sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis. Terpenuhinya
pangan secara kuantitas dan kualitas merupakan hal yang sangat penting sebagai
landasan bagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam jangka panjang.
Undang-undang pangan Nomor 7/1996 mengamatkan bahwa pangan merupakan salahsatu
kebutuhan pokok yang pemenuhannya bagian dari hak asasi manusia (Depkes
RI,2005).
Secara
konseptual, penganekaragaman produksi dapat dilihat dari komponen-komponen
sistem pangan yaitu penganekaragaman produksi, distribusi dan penyediaan serta
konsumsi pangan. Dalam hal konsumsi pangan, permasalahan yang dihadapi tidak
hanya mencakup keseimbangan komposisi, namun juga masih belum terpenuhinya
kecukupanngizi. Selama ini pangan yang tersedia baru mencukupi dari segi jumlah
dan belum memenuhi keseimbangan yang sesuai dengan norma gizi.
Kontribusi
berbagai kelompok sumber pangan terhadap total energy dan Pola Pangan Harapan
menunjukkan bahwa dimasyarakat perkotaan mempunyai skor PPH lebih baik (83,9)
disbanding dengan pedesaan (78,1). Pola pangan masyarakat yang mengacu pada
pola pangan harapan dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan pelaksanaan
program diversifikasi pangan. Program diversifikasi bukan bertujuan untuk
mengganti bahan pangan pokok beras dengan sumber karbohidrat lain, tetapi untuk
mendorong peningkatan sumber zat gizi yang cukup kualitas dan kuantitas, baik
komponen gizi makro maupun gizi mikro (widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI,
1998).
Divertifikasi
pangan adalah suatu proses pemanfaatan dan pengembangan suatu bahan pangan
sehingga penyediaannya semakin beragam. Latar belakang pengupayaan
diversifikasi pangan adalah melihat potensi negara kita yang sangat besar dalam
sumber daya hayati. Indonesia memiliki berbagai macam sumber bahan pangan
hayati terutama yang berbasis karbohidrat. Setiap daerah di Indonesia memiliki
karateristik bahan pangan lokal yang sangat berbeda dengan daerah lainnya.
Divertifikasi pangan juga merupakan solusi untuk mengatasi ketergantungan
masyarakat di Indonesia terhadap satu jenis bahan pangan yakni beras.
Kekurangan
pangan bukanlah merupakan hal yang baru, sejarah manusiahampir selalu berkisar
pada usaha mereka untuk memperoleh pangan dan mencegah penyakit. Persoalan baru
tentang kekurangan pangan berupa kecendrungan dan pada saat yang bersamaan
jumlah pertambahan penduduk meningkat cepat. Petani yang khusus memproduksi
beberapa hasil pertanian seperti beras, jagung atau ubi jalar untuk dijual
jumlahnya makin bertambah, sehingga untuk konsumsi keluarga sendiri tidk cukup.
Masalah gizi sebagai akibat dari kurang pangan senantiasa menghantui masyarakat
petani yang justri sebagai penghasil pangan yang terkadang tidak cukup untuk
memenuhi penyediaan pangan keluarga yang disebabkan oleh berbagai fakto
(Suhardjo, 1996).
Tidak
dapat dipungkiri juga bahwa factor gaya hidup dapat mempengaruhi kebiasaan
makan individu dalam mengkonsumsi aneka ragam makanan. Pada penelusuran gaya
hidup dalam upaya peningkatan gizi keluarga dalam aspek pola makan, distribusi
makanan serta pengolahan makanan terdapat kecendrungan masih jauh dari pola
makan yang sehat. Hal ini dilihat dari konsumsi pangan penduduk yang masih
belum seimbang.
1.2.
Rumusan Masalah
1.2.1. Menjelaskan
pengertian Pola Pangan harapan
1.2.2. Bagaimana
cara pengukuran PPH
1.3.Tujuan
Penulisan
Agar
kita dapat mengetahui pola pangan harapan dan factor-faktor yang mempengaruhi
konsumsi pangan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pola
pangan harapan (PPH) adalah sususnan beragam pangan atau kelompok pangan yang
didasarkan atas sumbangan energinya, baik secara absolute maupun relative
terhadap total energy baik dalam hal ketersediaan maupun konsumsi pangan, yang
mampu mencukupi kebutuhan dengnan mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi,
budaya, agama, cita rasa(Depkes RI,2005).
Pola
pangan harapan mencerminkan susunan konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat,
aktif dan produktif. Dengan pendekatan PPH dapat dinilai mutu pangan
berdasarkan skor pangan dari 9 bahan pangan. Konsumsi pangan dipengaruhi oleh
ketersediaan pangan, yang pada tingkat makro ditunjukkan oleh tingkat produksi
nasional dan cadangan pangan yang mencukupi dari pada tingkat regional dan
lokal ditunjukkan oleh tingkat produksi dan distribusi pangan. Ketersediaan
pangan sepanjang waktu, dalam jumlah yang cukup dan hanya terjangkau
sangatmenentukantingkat konsumsi pangan di tingkat rumah tangga. Selanjutnya
pola konsumsi pangan rumah tangga akan berpengaruh pada komposisi komsumsi
pangan (Depkes RI , 2005).
Persyaratan kecukupan
untuk mencapai keberlanjutan konsumsi pangan adalah adanya aksesbilitas fisik
dan ekonomi terhadap pangan. Aksesbilitas ini tercemin dari jumlah dan jenis
pangan yang dikonsumsi oleh rumah tangga.
Dengan
demikian data konsumsi pangan secara nil dapat menunjukkan kemampuan rumah
tangga dalam mengakses pangan dan menggambarkan tingkat kecukupan pangan dalam
rumah tangga. Perkembangan tingkat konsumsi pangan tersebut secara implicit
juga merefleksikan tingkat pendapatan atau daya beli masyarakat terhadap
pangan.
Perilaku konsumsi
pangan merupakan perwujudan dari kebiasaan makan yang tumbuh berkembang dalam
proses sosialisasi keluarga dan dipengaruhi oleh factor-faktor yang sedikit
banyaknya member pengaruh (Baliwati, 2004).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
Pengertian Poal Pangan Harapan
Pola
pangan harapan merupakan suatu metode
yang digunakan untuk ,menilai jumlah dan komposisi atau ketersediaan pangan.
Pola pangan harapan biasanya digunakan untuk perencanaan konsumsi, kebutuhan
dan penyediaan pangan wilayah.
Adapun
beberapa kegunaan analisis ini adalah sebagai berikut :
1.
Menilai jumlah dan komposisi konsumsi
atau ketersediaan pangan.
2.
Indikator mutu gizi dan keragaman
konsumsi atau ketersediaan pangan.
3.
Sebagai baseline data untuk mengestimasi
kebutuhan pangan ideal di suatu wilayah.
4.
Sebagai baseline data untuk menghitung
proyeksi penyediaan pangan ideal untuk suatu wilayah.
5.
Perencanaan konsumsi, kebutuhan dan
peyediaan pangan wilayah.
Dalam
menentukan PPH ada beberapa komponen yang harus diketahui diantaranya yaitu
konsumsi energi dan zat gizi total, persentase energi dan gizi aktual, dan skor kecukupan energi dan
zat gizi.
1. Menghitung energi dan zat gizi
Energi dihitung dari total energi
yang dikonsumsi dari masing-masing bahan pangan. Pada cell energi pada sheet
PPH diketik =SUM(data energi setiap golongan bahan pangan pada sheet konsumsi).
Selanjutnya dihitung jumlah total energi untuk semua golongan bahan pangan
dengan cara ketik =SUM(data energi setiap golongan bahan pangan dari
padi-paadian sampai yang lainnya).
2. Menghitung % energy energy dan zat
gizi
Menghitung
persentase nergi energy energy adalah dengan membagi energy setiap golongan
dengan energy total untuk semua golongan. Caranya adalah dengan mengetik =cell
setiap golongan/cell total energy*100.
3. Menghitung % angka kecukupan energy
dan zat gizi
Untuk
menghitung persentase Angka Kecukupan Energi adalah dengan membandingkan
persentase energy energy dengan angka kecukupan energy (2000 kkal) dikali 100.
Untuk rumus formulanya dapat ditulis dengan mengetik =cell % energy
energy/2000*100.
4. Menghitung skor AKE
Untuk
menghitung skor angka kecukupan energi (AKE) adalah dengan mamasukkan kolom
bobot untuk setiap golongan pangan terlebih dahulu. Bobot menggambarkan
kontribusi setiap golongan bahan pangan dalam menyumbangkan energi. Misalnya
untuk golongan padi-padian bobotnya adalah 0.5, umbi-umbian 0.5 panga hewani
2.0 dan seterusnya. Selanjutnya adalah menghitung skor aktual energi setiap
golongan bahan pangan yaitu dengan mengalikan persentase AKE setiap golongan
bahan pangan dengan bobot setiap golongan bahan pangan.
3.2.
Konsep Pola Pangan Harapan (PPH)
Pola
Pangan Harapan (PPH) adalah susunan beragam pangan atau kelompok pangan yang
didasarkan atas sumbangan energinya, baik secara absolut maupun relatif
terhadap total energi baik dalam hal ketersediaan maupun konsumsi pangan, yang
mampu mencukupi kebutuhan dengan mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi,
budaya, agama, cita rasa.
PPH mencerminkan
susunan konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Dengan
pendekatan PPH dapat dinilai mutu pangan berdasarkan skor pangan dari 9 bahan
pangan. Ketersediaan pangan sepanjang waktu, dalam jumlah yang cukup dan hanya
terjangkau sangat menentukan tingkat konsumsi pangan di tingkat rumah tangga.
Selanjutnya pola konsumsi pangan rumah tangga akan berpengaruh pada komposisi
konsumsi pangan (Depkes RI , 2010).
Pola pangan masyarakat
yang mengacu pada Pola Pangan Harapan dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan
pelaksanaan program diversifikasi pangan. Program diversifikasi bukan bertujuan
untuk mengganti bahan pangan pokok beras dengan sumber karbohidrat lain, tetapi
untuk mendorong peningkatan sumber zat gizi yang cukup kualitas dan kuantitas,
baik komponen gizi makro maupun gizi mikro (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
XI, 2010).
Diversifikasi
pangan adalah suatu proses pemanfaatan dan pengembangan suatu bahan pangan
sehingga penyediaannya semakin beragam. Latar belakang pengupayaan
diversifikasi pangan adalah melihat potensi negara kita yang sangat besar dalam
sumber daya hayati. Indonesia memiliki berbagai macam sumber bahan pangan
hayati terutama yang berbasis karbohidrat. Setiap daerah di Indonesia memiliki
karateristik bahan pangan lokal yang sangat berbeda dengan daerah lainnya.
Divertifikasi pangan juga merupakan solusi untuk mengatasi ketergantungan masyarakat
di Indonesia terhadap satu jenis bahan pangan yakni beras.
Target 2014
Pemerintah melalui
kementerian Pertanian pada 2014, mentargetkan secara nasional skor untuk PPH
penganekaragaman pangan berbasis sumberdaya lokal dapat mencapai (93.3). Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan memberi arahan bahwa untuk memenuhi pola
konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman serta mengembangkan
usaha pangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan, antara lain:
melalui penetapan kaidah penganekaragaman pangan, pengoptimalan pangan lokal,
pengembangan teknologi dan sistem insentif bagi usaha pengolahan pangan lokal,
pengenalan jenis pangan baru termasuk pangan lokal yang belum dimanfaatkan,
pengembangan diversifikasi usaha tani dan perikanan, peningkatan ketersediaan
dan akses benih dan bibit tanaman, ternak, dan ikan; pengoptimalan pemanfaatan
lahan termasuk lahan pekarangan; penguatan usaha mikro, kecil dan menengah di
bidang pangan; serta pengembangan industri pangan yang berbasis pangan lokal.
Untuk
implentasinya, telah dikeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun
2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis
Sumber Daya Lokal. Menjadi acuan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melakukan
perencanaan, penyelenggaraan, evaluasi, dan pengendalian kegiatan percepatan
penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal. Di tingkat
provinsi, kebijakan tersebut telah ditindaklanjuti melalui surat edaran atau
Peraturan Gubernur (Pergub), dan di tingkat kabupaten/kota ditindaklanjuti
dengan surat edaran atau Peraturan Bupati/Walikota (Perbup/Perwalikota).
Sebagai bentuk
keberlanjutan program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)
Berbasis Sumber Daya Lokal tahun 2010, pada tahun 2013 program P2KP
diimplementasikan melalui kegiatan: 1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan
melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL); 2. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L);
3. Sosialisasi dan Promosi P2KP.
Melalui
tiga kegiatan besar ini diharapkan dapat meningkatkan mutu konsumsi pangan
masyarakat untuk membentuk pola konsumsi pangan yang baik.
Disamping itu perlu
dijalin kerja sama kemitraan dengan pihak swasta yang antara lain bisa berupa
corporate social responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
(PKBL) baik di bidang pangan maupun bidang lainnya, seperti pendidikan. PKBL
memerlukan sosialisasi, baik kepada anak usia dini maupun ke kelompok wanita
dan masyarakat dalam konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman
Gerakan P2KP sangat
jelas di lapangan, terutama pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota, baik itu
melalui integrasi berbagai kegiatan dalam mewujudkan pengembangan ekonomi
daerah, maupun dari segi pelaksanaan dan pembiayaannya. Selain itu, gubernur
dan bupati/walikota sebagai integrator utama memiliki peranan penting dalam
mengkoordinasikan gerakan P2KP, khususnya terhadap Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) sebagai agen pembawa perubahan (agent of change).
(Kabid Ketahanan Pangan
dan PDT, Deputi Bidang Ekonomi)
3.3.
Cara Perhitungan PPH
1. Penyediaan pangan
Penyedian
pangan terdiri dari komponen produksi, perubahan stok, impor dan ekspor. Rumus
penyediaan pangan adalah :
Ps = Pr - ∆St + Im – Ek
Ps : Total
penyediaan dalam negeri Im : Impor
Pr : Produksi Ek : Ekspor
∆St : Stok
akhir – stok awal
2. Ketersediaan bahan makanan per
kapita
Ketersediaan bahan
makanan per kapita dalam bentuk
kandungan nilai gizinya dengan satuan kkal energi dan gram protein, menggunakan
rumus:
v Ketersediaan
energi (Kkal/Kapita/Hari) =
Ketersediaan
Pangan/Kapita/Hari x Kandungan kalori x BDD
100
v Ketersediaan
protein (gram/kapita/hari) =
Ketersediaan pangan/Kapita/Hari x Kandungan protein x BDD
100
Catatan:
· BDD
= Bagian yang dapat dimakan (buku DKBM)
· Ketersediaan
pangan/kapita/hari sumbernya dari Neraca Bahan Makanan (NBM)
· Kandungan
zat gizi (kalori dan protein sumbernya dari daftar komposisi bahan makanan
(DKBM)
Bagi
komoditas yang data produksinya tidak tersedia (misal komoditas sagu, jagung
muda, gula merah) untuk mendapatkan angka ketersediaan menggunakan pendekatan
angka konsumsi dari data Susenas BPS ditambah 10% dengan asumsi bahwa perbedaan
antara angka kecukupan energi pada tingkat konsumsi dengan angka kecukupan
energi di tingkat ketersediaan sebesar 10%.
Contoh
:
Dari rumus perhitungan di atas diperoleh
hasil bahwa tingkat ketersedian energi dan protein pada tahun 2007 – 2008,
ternyata sudah melebihi Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan
Tahun Energi
Protein
|
Ketersediaan
(Kkal/Kap/Hr)
|
Tingkat
Ketersediaan (%)
|
Ketersediaan
(Gram/Kap/Hr)
|
Tingkat
Ketersediaan (%)
|
2007
|
3.157
|
143,5
|
76,27
|
133,8
|
2008
|
3.056
|
138,9
|
81,20
|
142,5
|
3.4.
Pola Pangan Harapan Sebagai Pengganti Ketergantungan Pada Beras
Pangan
merupakan hal yang sangat penting dan strategis bagi keberlangsungan hidup umat
manusia. Kebutuhan manusia akan pangan ialah hal yang sangat mendasar, sebab
konsumsi pangan adalah salah satu syarat utama penunjang kehidupan. Kini pangan
ditetapkan sebagai bagian dari hak asasi manusia yang penyelenggaraannya wajib
dijamin oleh negara.
Penyelenggaraan
urusan pangan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun
2012 pengganti Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996. Dalam Undang-Undang
Pangan ini ditekankan pemenuhan kebutuhan pangan di tingkat perorangan, dengan
memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan
lokal secara bermanfaat.
Dewasa
ini situasi kualitas konsumsi pangan di tengah masyarakat Indonesia masih
dirasakan kurang beragam dan bergizi seimbang. Padahal komsumsi pangan dengan
gizi cukup dan seimbang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan
tingkat kesehatan dan intelegensia manusia. Volume dan kualitas komsumsi pangan
dan gizi di dalam rumah tangga juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi,
pengetahuan dan budaya masyarakat.
Indikator
kualitas komsumsi pangan ditunjukan oleh skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang
dipengaruhi oleh keragaman dan keseimbangan konsumsi antar kelompok makanan.
PPH biasanya digunakan untuk perencanaan konsumsi, kebutuhan dan penyediaan
pangan yang ideal di suatu wilayah. Menurut Susenas 2011, Tingkat Pola Pangan
Harapan (PPH) di Indonesia pada periode tahun 2009-2011 mengalami fluktuasi
mulai dari 75,7 pada tahun 2009 naik menjadi 77,5 pada tahun 2010, kemudian
turun lagi pada tahun 2011 menjadi 77,3 dan tingkat PPH pada tahun 2012 bahkan
cenderung mengalami penurunan lagi.
Berkaitan
dengan hal tersebut, penganekaragaman pangan menjadi salah satu pilar utama
dalam mewujudkan ketahanan pangan menuju kemandirian dan kedaulatan pangan.
Dari segi fisiologis juga dikatakan, bahwa untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif manusia memerlukan lebih dari 40 jenis zat gizi yang terdapat pada
berbagai jenis makanan, sebab tidak ada satupun jenis pangan yang lengkap zat
gizinya selain air susu ibu (ASI)
BAB IV
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Pangan
merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mendasar, dianggap strategis dan
sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional, bahkan politis. Terpenuhinya
pangan secara kuantitas dan kualitas merupakan hal yang sangat penting sebagai landasan
bagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam jangka panjang.
Undang-undang pangan Nomor 7/1996 mengamatkan bahwa pangan merupakan salahsatu
kebutuhan pokok yang pemenuhannya bagian dari hak asasi manusia (Depkes
RI,2005).
Pola
pangan harapan (PPH) adalah susunan beragam pangan atau kelompok pangan yang
didasarkan atas sumbangan energinya, baik secara absolute maupun relative
terhadap total energy baik dalam hal ketersediaan maupun konsumsi pangan, yang
mampu mencukupi kebutuhan dengnan mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi,
budaya, agama, cita rasa (Depkes RI,2005).
4.2.
Saran
Makalah ini telah disusun
sedemikian rupa dan diusahakan untuk sempurna dan bermanfaat bagi pembaca
khususnya mahasiswa mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Tolitoli. Agar
dapat menambah wawasan dan cara pandang khususnya dalam bidang biologi. Oleh
karna itu, kritik dan saran yang berhubungan dengan perbaikan makalah ini
sangaat dibutukan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://ikameilaty.wordpress.com/2011/05/20/laporan-adpg-analisis-pola-pangan-harapan-pph/
http://semutuyet.blogspot.com/2012/05/pengertian-pola-pangan-harapan.html
http://endrymesuji.blogspot.com/2012/05/pengertian-ketahan-panganpenganekaragam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar